Bismillah.

Dari sudut gelap itu, berjalan perlahan seorang pria, bukan pria yang spesial sebenarnya, bukan pula pria yang biasa-biasa saja. Saat ini pria itu berada di gerbang impiannya, gerbang harapan, gerbang perubahan, gerbang dari cerita-cerita pada masa golden age, ketika indahnya perjalanan Salman Al-Farisi mencari Tuhan bertahun-tahun lamanya, ketika Abu Dzar tokoh “bandit” menjadi begitu teduhnya karena naungan cinta dari Sang Khalik. Ini adalah persimpangan itu, persimpangan yang bisa membawa kepada mata rantai menuju Jannah, atau justru sebaliknya. Jalan ini menjadi jalan yang berbahaya sebenarnya, “jalan amanah”, masih teringat kuat ketika Umar bin Adul Aziz pada suatu malam tiba-tiba mematikan lampu rumahnya karena “amanah”.

Kementerian ini adalah sebuah amanah bagi pria itu, kementerian yang membangun sarana fisik bagi umat, menfasilitasi umat, layaknya Andalusia pada masa itu, saat jalan-jalan Andalusia begitu tertata rapihnya sementara eropa bagian lain begitu kumuhnya. Jalan menjadi pelayan bagi umat. Memberi kebermanfaatan bagi orang lain. Sejak pertama kali diumumkan, bukanlah kesenangan yang hadir menyelimuti, tapi entah kenapa tiba2 saja sosok Umar bin Abdul Aziz yang teringat, amanah, amanah, amanah…

Maka Ya Allah, di awal ini muliakanlah jalan ini, sebagaimana kau muliakan dulu jalannya para pemimpin yang soleh, yang amanah, yang zuhud, yang tawadhu, yang berani. Sesungguhnya, kematian itu sungguh dekat dengan kami, maka jadikanlah jalan ini jalan untuk menggapai ridho-Mu.

 

Tyo, 12 Rabiul Awal 1431 H.

 

 

Bismillah…

Setelah sekian lama tidak menulis, akhirnya alhamdulillah kesempatan menulis di blog ini datang kembali. Inspirasi judul tulisan ini sebenarnya sudah lama ada, tapi kemudian diperkuat kembali dengan tayangan MetroTV Kick Andy pada tanggal 4 Juni 2010 kemarin yang berjudul “Semua Demi Anakku”.

Yup, acara Kick Andy pada saat itu menceritakan tentang 3 keluarga, dengan jumlah anak banyak (lebih dari 10 anak), dan memiliki kesamaan yaitu suami (ayah dari anak2 yang banyak ini) meninggal dengan meninggalkan banyak tantangan (ekonomi, pendidikan, dll), namun pada akhir cerita 3 keluarga ini berhasil melahirkan manusia-manusia berprestasi (anak2 mereka). Paling tidak dari acara tersebut, sesuai dengan inspirasi tulisan saya, ayah (sebelum meninggal) dan ibu mereka berhasil membuat sebuah memori emas di dalam cara berpikir anak-anaknya, yaitu tentang kejujuran, jangan menyerah, keikhlasan dan lain-lain. Memori ini menjadi bahan bakar bagi anak-anaknya dalam meraih prestasi pendidikan yang kemudian dapat dibanggakan oleh kedua orang tuanya. Memori ini sesungguhnya akan semakin mengakar ketika anak-anaknya dihadapkan pada keterbatasan (terutama secara ekonomis, lingkungan dan budaya).

Saya jadi tiba2 teringat pada film jepang seperti GTO (Great Teacher Onizuka Drama Series), Blue Bird (Aoi Tori) atau misalnya pada film Holywood seperti Batman yang kesemuanya menceritakan tentang pengaruh masa kanak (memori yang terbentuk pada masa itu) terhadap masa depan. Baik, saya coba jelaskan sedikit garis besarnya :
1. Drama Series GTO, bercerita tentang guru bernama Onizuka, yang sebenarnya tidak terlalu pandai dalam akademis, namun memiliki keunggulan dalam mendidik, jadi si Onizuka ini lebih banyak mendidik daripada mengajar (perbedaan definisi antara mengajar dan mendidik). Kebetulan si Onizuka menjadi wali kelas dari kelas yang kacau, kelas yang bermasalah yang berhasil membuat kapok banyak wali kelas. Dalam perjalanannya Onizuka berhasil membuat murid-murid di kelasnya menjadi murid yang baik dengan jalan membantu menyelesaikan masalah (perilaku berandal mereka) dengan tidak mengabaikan masa kanak2 (masa sebelumnya) yang turut membentuk pola perilaku berandalan mereka. Ya. salah satu caranya dengan pendekatan ke keluarga mereka dan alhasil bukan perilaku muridnya saja yang berubah melainkan juga Onizuka mendapatkan kepercayaan bukan hanya sebagai guru juga melainkan sebagai teman.

GTO & AOI TORI

2. Blue Bird (Aoi Tori), film ini sebenarnya ceritanya cukup serius dan membosankan, tapi pelajaran yang bisa dipetiksungguh dalam. Film ini bercerita tentang Bullying (kekerasan) yang terjadi di suatu kelas di Jepang, yang pengaruh ekstrimnnya adalah bunuh diri bagi siswa yang di bullying. Di suatu kesempatan, kelas tersebut kedatangan wali kelas baru/ pengganti. Sebelum memulai kelas, seperti biasa, wali kelas ini meng-absen murid2, dan kemudian mendapati bahwa 1 murid tidak ada (murid yang bunuh diri tadi namanya Nobuki,,, ya iyalah wong sudah meninggal), tapi kemudian yang membuat terkejut murid2 adalah guru tersebut memasukkan kursi dan meja Nobuki ke dalam kelas danĀ  meletakkannya pada posisi dimana Nobuki biasa duduk. Dan,, alhasil,, hal ini membuat kesal murid2 di kelas, dan yang lebih mengesalkan lagi bagi murid-murid adalah si guru ini mempunyai kebiasaan selalu meng-absen Nobuki meskipun dia tahu bahwa Nobuki sudah meninggal. Pada suatu kesempatan, terjadi perdebatan yang panas antara si guru tersebut dengan murid-murid lainnya. Karena diketahui bahwa penyebab meninggalnya Nobuki (menurut klipping koran) adalah bullying dari teman-teman sekelasnya, dan faktanya banyak yang menutupi hal ini termasuk pihak sekolah. Sebenarnya kegelisahan, kegundahan, ketidaknyamanan, merasa bersalah menjadi tertanam di benak teman sekelasnya. Mereka sadar bahwa penyebab kematian Nobuki adalah bukan bunuh diri, tapi teman-teman sekelas mereka yang telah membunuh Nobuki secara tidak langsung, dan yup.. mereka merasakan bahwa mereka adalah pembunuhnya. Di akhir cerita, si guru tersebut memandu siswa-siswa tersebut agar tidak melupakan kejadian itu (dengan membiarkan Nobuki hadir di dalam kelas, maksudnya ada kursi sama mejanya di kelas) maka dengan begitu,, mereka telah bertanggung jawab dan mengingatkan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.
3. Batman, sepertinya sudah banyak yang tahu… Bermula dari pembunuhan ayah dari Bruce Wayne (si Batman) yang kaya raya oleh gelandangan yang ingin merampok ayahnya Si Bruce Wayne, dan kemudian karena persitiwa inilah si Bruce Wayne kecil bertekad menjadi pembela kebenaran.

Selain dari Film di atas sebenarnya masih banyak lagi film-film lainnya.
Baiklah, dari ketiga film di atas ada satu kesamaan, apa itu? Yup,, Benar Memori. Memori yang pernah kita dapatkan sesungguhnya akanĀ  membentuk diri kita, misalnya ada memori tentang suatu kejadian yang tidak bisa kita lupakan dan kemudian akan membentuk karakter kita dan boleh jadi melampiaskannya. Sebut saja Adolf Hitler, yang menurut suatu sumber dikatakan bahwa Ibu dari Hitler pernah berselingkuh dengan salah seorang Yahudi Jerman, yang kemudian Hitler tidak bisa menerima itu sebagai sebuah kenyataan dan kemudian melakukan pembantaian massal terhadap Yahudi (Hollocaust) pada fase perang dunia kedua. Sedemikian dahsyatnya kebencian Hitler akan Yahudi. Sehingga setiap Yahudi yang ada di Jerman pada saat itu harus ditiadakan. Lagi-lagi memori (kebencian) mengambil peranan penting…

Atau misalnya sejarah bangsa Jepang, yang menjadi kilas balik kebangkitan Jepang, pasca di bom atomnya Nagasaki dan Hiroshima. Ribuan mahasiswa jenius jepang, menjadi amunisi kebangkitan dengan mengirimkan mereka ke USA tuk mencuri ilmu dan membawanya pulang ke Jepang. Bahkan pada suatu kesempatan mereka sempat mengirimkan teknologi mobil terbaru US tuk dibongkar di Jepang dan dipelajari. Oleh karena itu, sekarang USA kapok… dan ketika Jepang hendak membeli pesawat tempur Stealth (siluman) USA, maka USA menolak rencana pembelian pesawat itu. Kekalahan jepang pada perang dunia kedua (memori kebangkitan) menjadi titik balik Jepang seperti yang kita saksikan saat ini (secara teknologi)..

Dalam konteks ke-Indonesia-an kita, dengan belajar dari sejarah pendudukan asing di Indonesia dan dengan masa perjuangan kemerdekaan yang lama yang konon kabarnya akibat dari kebodohan bangsa pada masa itu,,, mungkinkah dapat kita jadikan memori kebangkitan di hari ini?? Atau kalau penulis boleh bercuriga, jangan2 ada memori sejarah kebangsaan yang kita lupakan atau tidak sampai ke generasi berikutnya (baca: perbaikan sistem pendidikan), dan transparansi sejarah kita…

Dalam konteks ke-ISlaman, memori tentang Rosulullah SAW, para sahabat, dan para pemimpin Islam sesudahnya yang menjadi keyakinan saya bahwasanya ada memori yang gagal disampaikan dan atau tidak terbentuk pada putra-putra Islam.. atau misalnya cerita seperti titik-titik perlawanan penjajahan di Indonesia adalah di pesantren-pesantren saat itu… dan perjuangan kemerdekaan pada saat itu adalah perjuangan perperangan dengan lafadz takbir di dalamnya…

Maka bagi para pemuda aktivis, yang menjadi perhatian adalah menciptakan memori ini dengan baik…

Wallahu alam Bishowab